Responding Paper
RELASI GENDER DALAM
AGAMA KONGHUCHU
Khoirul Umam
(1111034000164)
Kong Hu Cu selalu menghindari pembicaraan mengenai
metafisika, ketuhanan, jiwa, dan berbagai hal yang ajaib. Namun ia tidak
meragukan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dianut masyarakatnya. Bahkan
ia lebih meneguhkan pemujaan terhadap leluhur, dengan kesetiaan terhadap sanak
keluarga dan penghormatan terhadap orang tua. Ia mengajarkan betapa penting
artinya penghormatan dan ketaatan istri terhadap suami, ataupun rakyat terhadap
penguasanya.
Menurut Kong Hu Cu hidup ini ada dua nilai yaitu
Yen dan Li. Yen artinya cinta atau keramahtamahan dalam hubungan dengan
seseorang, sedangkan Li artinya keserangkaian antara perilaku, ibadah, adat
istiadat, tata karma dan sopan santun. Kong Hu Cu mengatakan bahwa ada tiga hal
yang menjadi tempat orang besar, yaitu kagum terhadap perintah Tuhan, kagum
terhadap orang-orang penting, dan kagum terhadap kata-kata yang bijaksana.
Orang yang
tidak kagum terhadap ketiga hal tersebut atau malahan berperilaku tidak sopan
dan menghina kata-kata bijaksana adalah orang-orang yang picik (Lun Yu 16:8).
Ia berkeyakinan bahwa adanya Negara itu tak lain untuk melayani kepentingan
rakyat, bukan rakyat untuk (penguasa) Negara. Maka penguasa pemerintahan harus
member contoh suri tauladan yang moralis terhadap rakyat dan bukan bertindak zalim.
Kong Hu Cu berkata “apa yang kamu tidak suka orang lain berbuat atas dirimu,
jangan lakukan”.
Pandangan Kong Hu Cu tentang dunia, bahwa dunia itu
dibangun atas dasar moral, jika masyarakat dan negara rusak moralnya, maka
begitu pula tatanan alam menjadi terganggu, terjadilah bahaya peperangan,
banjir, gempa, kemarau panjang, penyakit merajalela dan lainnya. Oleh karenanya
manusia mempunyai tempat terhormat yang tinggi yang harus diberkati dengan
cahaya ketuhanan.
Kong Hu Cu mengatakan bahwa “Biukan system yang
membuat manusia itu hebat, melainkan orang-orang yang membuat system itu yang
hebat” (Lun Yu 15:29). Ia percaya bahwa asal manusia itu baik, dan akan kembali
ke sifat yang baik, oleh karenanya tidak diperlukan adanya juru selamat. Yang
perlu bagi manusia adalah adanya guru yang berbudi. Guru yang berbudi akan
berusaha sungguh-sungguh mengajarkan ajarannya serta menjadi contoh teladan
yang baik bagi orang lain. Kong Hu Cu sendiri menyatakan bahwa dirinya adalah
seorang guru yang mendapat petunjuk dari Tuhan.
Meng Tsu adalah murid Kong Hu Cu yang baik, pandai, dan bermoral kuat.
Menurutnya, orang memiliki sikap perilaku sejak lahir, yaitu Jen
(kebesaran hati), Yi (sifat berbudi), Li (kesopanan), dan Chich
(kebijaksanaan). Jadi jika seseorang jahat, maka sifat itu tidak bawaan sejak
lahir. Dan perasaan malu, haru, sopan, dan hormat merupakan sifat dasar
manusia. Dia jug berkata bahwa rusaknya sifat dasar manusia itu karena hubungan
hidup yang kasar. Dalam hal pemerintahan, Meng Tsu mendukung penuh ajaran
gurunya, Kong Hu Cu, bahwa pemerintahan yang baik itu bukan tanpa
perikemanusiaan, tetapi pada teladan yang baik dari penguasa. Untuk mencapai
pemerintahan yang baik, rakyat perlu diikutsertakan karena rakyat bukan sekedar
dasar dari pemerintahan tapi jug peradilan terakhir bagi pemerintahan. Sedangkan HsunTse adalah pengajar yang realistic.
Ia tidak percaya terhadap Tien(surga) sebagai pribadi Tuhan. Menurutnya
Tien adalah hukum alam yang tidak berubah. Manusia bukanlah Tien yang
bertanggung jawab atas kehidupannya, ataupun kebahagiaan dan bencana alam yang
dihadapinya. Jadi apabila sandang, pangan, tenaga digunakan semertinya maka
surge tidak akan mendatangkan kemalangan. Jadi dia tidak percaya pada hal takhayul,
ia juga menganggap bahwa sifat dasar manusia itu adalah jahat, sedangkan
kebaikan seseorang itu didapat dari lingkungannya. “Menurut (mengikuti)
sifat-sifat yang benar itulah jalan suci bagi seorang
wanita”. (Mencius III, 2;2) istri yang baik itu adalah istri yang tunduk
dan patuh terhadap printah suaminya, dan istri yang tidak baik adalah istri
yang selalu melanggar perintah suaminya. Jika seorang istri dapat menuruti
perintah suaminya, bukan berarti suami dapat berbuat sekehendak hatinya, namun
suami hendaklah dapat berbuat yang terbaik untuk istrinya. Bagi khanghucu
sebaiknya suami bersikap sebagai seorang kuncu (manusia budiman)
yang dapat menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga.
Selama 2.500 tahun ajaran Konfusius telah
mempengaruhi pemikiran dan perilaku masyarakat di Cina, Korea, Jepang, dan
Vietnam. Penekanan utama ulama perempuan Asia telah menjadi pemeriksaan
ideologi Konfusianisme sejarah dan status saat ini. Scholar Xiao Ma mengatakan:
"Wanita selalu telah berjuang untuk jalan keluar dari bayang-bayang
Konfusianisme."
Meskipun Cina awal tidak memiliki komitmen
nyata untuk subordinasi perempuan, dari waktu ke waktu ajaran Konfusianisme
yang diperluas. Itu selama dinasti Han (206 SM - 220 M) bahwa Konfusianisme
diadopsi sebagai doktrin negara pemerintah, dengan pikirannya menjadi bagian
dari pendidikan resmi. Dalam dinasti kemudian, interpretasi Neoconfucian lebih
diperkuat otoritas laki-laki dan adat patrilineal. Menurut struktur
Konfusianisme masyarakat, perempuan pada setiap tingkat adalah untuk menempati
posisi yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kebanyakan Konghucu menerima
sikap tunduk perempuan untuk laki-laki sebagai alami dan tepat. Pada saat yang
sama mereka diberikan kehormatan dan kekuasaan perempuan sebagai ibu dan ibu
mertua dalam keluarga mereka.
Selama bertahun-tahun seluruh tubuh sastra
ditulis, mendidik perempuan tentang disiplin diri, etika, hubungan dengan
mertua, manajemen rumah tangga, kerendahan hati, dan kesucian. Biografi yang
ditulis tentang wanita mengagumkan menekankan mementingkan diri setia dan rela
berkorban kesediaan mereka untuk melakukan apa pun untuk membantu suami dan
keluarganya. Meskipun ideologi adalah satu hal dan realitas kehidupan perempuan
sering lain, bayangan panjang keyakinan dasar tentang sifat dan peran perempuan
memiliki efek yang luas. Kegiatan ini menawarkan ucapan tradisional yang
didasarkan pada interpretasi kepercayaan Konghucu untuk membantu meningkatkan
kesadaran tentang implikasi dari ucapan-ucapan tersebut pada partisipasi bersejarah
perempuan dan status mereka dalam masyarakat.
Saya mengutip kalimat-kalimat bias gender ini
berasal dari tulisan-tulisan Konfusius terinspirasi, teks moralitas, dan dari
ucapan-ucapan berdasarkan interpretasi kemudian model Konghucu keluarga, diantaranya:
"Tugas seorang wanita adalah tidak untuk
mengontrol atau mengambil alih."
"Tugas terbesar Perempuan adalah untuk
menghasilkan anak laki-laki."
"Seorang wanita penguasa seperti kokok
ayam."
"Seorang suami bisa menikah dua kali, tapi
istrinya tidak pernah harus menikah lagi."
"Kita tidak boleh terlalu akrab dengan
perintah yang lebih rendah atau dengan wanita."
"Wanita dengan bakat adalah orang yang
memiliki manfaat."
"Perempuan harus dipimpin dan mengikuti
orang lain."
"Seorang suami dapat menikah dua kali,
tapi istrinya tidak pernah harus menikah lagi."
0 komentar:
Posting Komentar